Selama sekitar 1,5 tahun punya akun facebook.com, baru pada hari kamis (18/11/2010) lalu mendapatkan komentar dari status yang saya tulis, cukup banyak, 64 komentar. Pada komentar di bawah pertama, isinya hanya sekedar respon. Setelah memasuki komentar ke 10 ke atas, komentar berubah menjadi perdebatan sehat, antara satu komentator yang satu dengan yang lainnya.
Status yang saya tulis mengutip ayat al-Qiran yang dihubungkan dengan fenomena seleksi CPNS di sejumlah daerah. Status itu berbunyi:
Jika perangkat hukum sudah tak bisa menyentuh kasus itu, maka pendekatan yang mungkin bisa dilakukan adalah pendekatan agama, dikembalikan pada nurani dasar agama yang dipleuknya, dalam hal ini, karena kebanyakan muslim, adalah pendekatan Agama Islam.
Suap adalah harta yang diperoleh karena terselesaikannya suatu kepentingan manusia (baik untuk memperoleh keuntungan maupun untuk menghindari kemudharatan) yang semestinya harus terselesaikan tanpa imbalan.
Dalam beberapa hadits disebutkan, “Allah melaknat penyuap dan orang yang menerima suap dalam urusan pemerintahan”. HR Abu Dawud dari Abu Hurairah.
Imam At Tirmidzi meriwayatkan dari Abdullah Bin Umar. Beliau berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Allah melaknat penyuap dan orang yang menerima suap”.
Imam Ahamad meriwayatkan dari Tsauban:“Rasulullah saw. melaknat penyuap dan orang yang menerima suap serta perantara antara keduanya.”
Dalil-dalil tersebut menetapkan haramnya suap secara mutlak, dan tidak sedikit pun terdapat syubhat (kekaburan penafsiran) di dalamnya. Dan sungguh adil, dalam kasus ini yang dilaknat tidak hanya yang menerima suap, tapi pemberi suap dan mediator yang turut andil terjadinya suap.
Dan sekali-kali Tuhan tidak pernah tidur sekejappun. Jika saja di dunia bisa lepas dari jerat hukum, maka di hari penghisaban nanti tak ada lagi upaya menghindar. Bukan saja karena aktivitas kita “disadap” namun tangan, kaki, mata dan tubuh yang akan memberi kesaksian.
Jangan bernilai puluhan sampai ratusan juta, sebiji dzaroh-pun tidak pernah lepas dari hitungan dan pertimbangan di akhirat kelak. Adalah sikap menentang Tuhan, jika transaksi suap-menyuap tumbuh subur di setiap penyelesaian dan dalam mencapai urusan kita. Hemm kalau saja aturan Tuhan saja dilawan, lalu masih pantaskah kita berharap dan pecaya kepada pelaku, penerima dan meditor terjadinya suap???