OBROLAN paling mengasyikkan
bagi mahasiswa Malang adalah seputar “ayam kampus”. Perburuan ayam
kampus menjadi lahan menarik bagi-bagi laki-laki muda untuk menjajal
kemampuan seksnya. Ujung-ujungnya, buku tentang Kamasutra laris manis
dibaca oleh para mahasiswa. Ada yang lucu, mereka saling bertaruh
menebak apakah pacarnya termasuk ayam kampus atau bukan.”Pada
gilirannya, rahasia ayam kampus bisa terbongkar kalau sang ayam tidak
bisa menjaga kandangnya,” ujarnya. Apalagi kalau teman kencannya orang
sekampus, langsung menyebar ke mana-mana informasinya.
Dari perburuan ayam kampus di Malang, pada gilirannya banyak
menimbulkan permasalahan baru. Seperti YN (22), mahasiswi Unibraw,
terpaksa diusir dari kos-kosannya karena kedapatan nyambi sebagai ayam
kampus. YN dikenal supel, teman-temannya hampir tiap hari mampir ke
rumahnya, cuma ia punya hobi keluyuran ke diskotek.
Lama-lama YN mengenal dunia prostitusi dan mulai mendapatkan pelanggan. Dering telepon selalu mengusik teman-teman sekos-kosan, belum lagi banyak lelaki yang sering bertandang ke rumahnya. Ia pun terusir dari kos-kosan, karena seluruh penghuni pondokan tak mau menanggung malu.
“Aku sih cuek saja, yang penting apa yang saya dapatkan terpenuhi,” katanya enteng. YN boleh korban muka di depan teman-teman, namun ia punya komitmen ingin lepas dari dunia hitam ini. Banyak pengalaman pahit yang diterimanya seperti perlakuan kasar para pelanggannya.
Untuk mendapatkan “ayam kampus” memang gampang-gampang susah. Tapi kalau sudah tahu caranya, pasti mudah saja untuk menjeratnya. Bisanya, mereka beraksi sekitar Jl Soekarno Hatta, tepatnya di Taman Budaya Malang. Seperti DM (21), gadis belia yang nyambi sebagai pemuas seks yang berhasil kita temui ini tergolong gadis pemberani. Bayangkan, ia nekat sendirian di tempat sepi hanya untuk menjaring Om-Om berkantong tebal.
Profesi ayam kampus dijalani sejak harga dirinya diinjak-injak oleh pacarnya. “Dulu, ketika duduk di SMU, keperawanan saya direnggut pacar saya,” ujarnya enteng. Usai menodai dirinya, pacarnya lari dari tanggung jawab. Sampai sekarang ia tidak tahu di mana pacarnya tinggal.
Kenyataan semacam ini hampir menimpa seluruh ayam kampus se-Malang. Kalau toh ada yang ingin kepuasan seks, paling-paling sekian persennya saja. Umumnya, ayam-ayam ini sudah rusak sejak duduk di SMU. “Gara-garanya hanya satu, ingin balas dendam kekejian mantan pacar,” ujar DM.
Saking seringnya bergelimangan di dunia hitam, ayam-ayam ini sampai kecanduan barang haram. Bermula ketagihan seks, mereka mulai mengenal sabu-sabu, ineks dan sejenisnya. “Pokoknya booking saja aku, nggak ada uang bisa diganti sabu-sabu, ngisepnya rame-rame juga bisa,” ujar AG (19), gadis Banjar ini.
AG di kalangan teman-temannya pandai mencari mangsa, ia mampu bergelayut di pundak laki-laki dengan sejuta rayuan. Ia berencana meneruskan perkuliahan bila mendapatkan uang cukup banyak. “Sudah pasti saya kuliah, paling nggak di Diploma III lah, harganya bisa dinaikkan, pergaulan tambah elite sedikit,” ujarnya.
Menjadi ayam kampus agaknya menjadi gaya hidup yang diprogram para perek Malang ini. Yang mengejutkan, kelompok ayam-ayam kampus ini terjalin sejak duduk di SMU. Komunitas mereka solid, bahkan hidup satu rumah bersama penyalur yang sekaligus pemasok narkotika. Lebih Selektif AG dan DM hanya salah satu perek yang tersebar di jalanan. Masih ada ayam-ayam yang lebih selektif memilih pasangan, mereka umumnya dari kalangan kampus kenamaan. Gaya bisnisnya berhati-hati agar identitasnya tidak mudah terlacak. Golongan ini termasuk ayam-ayam bonafid, sebab mereka tidak bisa diajak kencan begitu saja.
Sebut saja SL (20), mahasiswi sebuah PTN, ia hampir setahun menggeluti dunia hitam ini. Konsumennya sengaja dipilih untuk menjaga mutu
seksualnya, itu pun dilihat apakah konsumen masih muda atau sudah kempot. “Saya lebih memilih muda dan berduit, bahkan kalau cocok tidak bayar pun tak masalah,” katanya.
Umumnya pria idaman SL dari kalangan pelajar dan tidak suka yang jorok. “Ada pula yang berkumis, tinggi besar, pokoknya jangan perut buncit,” tangkalnya. Namun semua dikembalikan selera masing-masing perek, ia tidak bisa memaksa seluruh ayam kampus menerima laki-laki perlente.
Pakai KondomUntuk kesehatan, ia menyarankan para konsumennya menggunakan balon pengaman (kondom, Red) dan selalu memeriksakan diri ke dokter. Biaya perawatan ayam jenis ini mahal karena menjaga kebersihan serta kesehatan kelaminnya. Ia pun memilih dokter yang handal untuk merahasiakan seluruh privasinya.
Tarif ayam kampus tipe ini cukup tinggi, sekali main sang laki-laki bisa merogoh Rp 200.000,-. Tak heran banyak laki-laki hidung belang berani mengeluarkan ongkos untuk menaklukkan keganasan ayam kampus model ini. “Namun saya tetap menyeleksi, tidak semua orang saya pakai,” tambahnya.
SL termasuk ayam nonmaterial, artinya ia tidak tergiur oleh gemerlapnya uang. Siapa saja lelakinya, apakah ia suka serta mampu memuaskannya di ranjang, SL rela tanpa ditimpuki uang. “Pokoknya asyik, begitu kita tahu bagaimana cara memuaskan dia, kita tidak usah menelepon, dia sendiri yang datang,” ujar GG (23), pria iseng penggemar ayam kampus.
Menurut GG, seorang pria harus tahu bagian paling merangsang bagi lawan mainnya. “Berapa lama waktu yang diperlukan meningkatkan gairah seks ayam, lantas gaya paling cocok untuk diperagakan, semua perlu didiskusikan,” tandasnya. Berbeda jika jajan di pelacuran, yang sekali
negosiasi langsung tancap.
Pengakuan SL, Ayam Kampus PTN: “Saya Tahu, Ini Dosa”
SAYA menjalani profesi ini akibat patah hati dengan pacar saya. Bayangkan, dia tega menodai saya tanpa bertanggung jawab. Akhirnya saya memutuskan untuk menekuni dunia prostitusi. Dalam memilih pasangan saya sangat selektif, biasanya masih muda dan berkantong tebal.
Untuk menjaga kesehatan saya sempatkan berkonsultasi dengan dokter. Demikian pula dengan lawan main saya, saya minta untuk memakai kondom. Sebelum bermain biasanya mereka saya ajak ngobrol-ngobrol dulu, fungsinya untuk saling mengenal. Syukur-syukur menyadarkan agar tidak suka jajan.
Tempat berkencan saya memilih hotel di Batu atau villa kelas satu. Semua untuk menjaga image kalau saya bukan kelas murahan. Konsumen pasti mengerti mengapa saya pasang tarif mahal, dia tahu posisi saya. Sebagai mahasiswa, saya mengerti apa yang saya lakukan melanggar aturan dan dosa.
sumber : adadeh.com
Lama-lama YN mengenal dunia prostitusi dan mulai mendapatkan pelanggan. Dering telepon selalu mengusik teman-teman sekos-kosan, belum lagi banyak lelaki yang sering bertandang ke rumahnya. Ia pun terusir dari kos-kosan, karena seluruh penghuni pondokan tak mau menanggung malu.
“Aku sih cuek saja, yang penting apa yang saya dapatkan terpenuhi,” katanya enteng. YN boleh korban muka di depan teman-teman, namun ia punya komitmen ingin lepas dari dunia hitam ini. Banyak pengalaman pahit yang diterimanya seperti perlakuan kasar para pelanggannya.
Untuk mendapatkan “ayam kampus” memang gampang-gampang susah. Tapi kalau sudah tahu caranya, pasti mudah saja untuk menjeratnya. Bisanya, mereka beraksi sekitar Jl Soekarno Hatta, tepatnya di Taman Budaya Malang. Seperti DM (21), gadis belia yang nyambi sebagai pemuas seks yang berhasil kita temui ini tergolong gadis pemberani. Bayangkan, ia nekat sendirian di tempat sepi hanya untuk menjaring Om-Om berkantong tebal.
Profesi ayam kampus dijalani sejak harga dirinya diinjak-injak oleh pacarnya. “Dulu, ketika duduk di SMU, keperawanan saya direnggut pacar saya,” ujarnya enteng. Usai menodai dirinya, pacarnya lari dari tanggung jawab. Sampai sekarang ia tidak tahu di mana pacarnya tinggal.
Kenyataan semacam ini hampir menimpa seluruh ayam kampus se-Malang. Kalau toh ada yang ingin kepuasan seks, paling-paling sekian persennya saja. Umumnya, ayam-ayam ini sudah rusak sejak duduk di SMU. “Gara-garanya hanya satu, ingin balas dendam kekejian mantan pacar,” ujar DM.
Saking seringnya bergelimangan di dunia hitam, ayam-ayam ini sampai kecanduan barang haram. Bermula ketagihan seks, mereka mulai mengenal sabu-sabu, ineks dan sejenisnya. “Pokoknya booking saja aku, nggak ada uang bisa diganti sabu-sabu, ngisepnya rame-rame juga bisa,” ujar AG (19), gadis Banjar ini.
AG di kalangan teman-temannya pandai mencari mangsa, ia mampu bergelayut di pundak laki-laki dengan sejuta rayuan. Ia berencana meneruskan perkuliahan bila mendapatkan uang cukup banyak. “Sudah pasti saya kuliah, paling nggak di Diploma III lah, harganya bisa dinaikkan, pergaulan tambah elite sedikit,” ujarnya.
Menjadi ayam kampus agaknya menjadi gaya hidup yang diprogram para perek Malang ini. Yang mengejutkan, kelompok ayam-ayam kampus ini terjalin sejak duduk di SMU. Komunitas mereka solid, bahkan hidup satu rumah bersama penyalur yang sekaligus pemasok narkotika. Lebih Selektif AG dan DM hanya salah satu perek yang tersebar di jalanan. Masih ada ayam-ayam yang lebih selektif memilih pasangan, mereka umumnya dari kalangan kampus kenamaan. Gaya bisnisnya berhati-hati agar identitasnya tidak mudah terlacak. Golongan ini termasuk ayam-ayam bonafid, sebab mereka tidak bisa diajak kencan begitu saja.
Sebut saja SL (20), mahasiswi sebuah PTN, ia hampir setahun menggeluti dunia hitam ini. Konsumennya sengaja dipilih untuk menjaga mutu
seksualnya, itu pun dilihat apakah konsumen masih muda atau sudah kempot. “Saya lebih memilih muda dan berduit, bahkan kalau cocok tidak bayar pun tak masalah,” katanya.
Umumnya pria idaman SL dari kalangan pelajar dan tidak suka yang jorok. “Ada pula yang berkumis, tinggi besar, pokoknya jangan perut buncit,” tangkalnya. Namun semua dikembalikan selera masing-masing perek, ia tidak bisa memaksa seluruh ayam kampus menerima laki-laki perlente.
Pakai KondomUntuk kesehatan, ia menyarankan para konsumennya menggunakan balon pengaman (kondom, Red) dan selalu memeriksakan diri ke dokter. Biaya perawatan ayam jenis ini mahal karena menjaga kebersihan serta kesehatan kelaminnya. Ia pun memilih dokter yang handal untuk merahasiakan seluruh privasinya.
Tarif ayam kampus tipe ini cukup tinggi, sekali main sang laki-laki bisa merogoh Rp 200.000,-. Tak heran banyak laki-laki hidung belang berani mengeluarkan ongkos untuk menaklukkan keganasan ayam kampus model ini. “Namun saya tetap menyeleksi, tidak semua orang saya pakai,” tambahnya.
SL termasuk ayam nonmaterial, artinya ia tidak tergiur oleh gemerlapnya uang. Siapa saja lelakinya, apakah ia suka serta mampu memuaskannya di ranjang, SL rela tanpa ditimpuki uang. “Pokoknya asyik, begitu kita tahu bagaimana cara memuaskan dia, kita tidak usah menelepon, dia sendiri yang datang,” ujar GG (23), pria iseng penggemar ayam kampus.
Menurut GG, seorang pria harus tahu bagian paling merangsang bagi lawan mainnya. “Berapa lama waktu yang diperlukan meningkatkan gairah seks ayam, lantas gaya paling cocok untuk diperagakan, semua perlu didiskusikan,” tandasnya. Berbeda jika jajan di pelacuran, yang sekali
negosiasi langsung tancap.
Pengakuan SL, Ayam Kampus PTN: “Saya Tahu, Ini Dosa”
SAYA menjalani profesi ini akibat patah hati dengan pacar saya. Bayangkan, dia tega menodai saya tanpa bertanggung jawab. Akhirnya saya memutuskan untuk menekuni dunia prostitusi. Dalam memilih pasangan saya sangat selektif, biasanya masih muda dan berkantong tebal.
Untuk menjaga kesehatan saya sempatkan berkonsultasi dengan dokter. Demikian pula dengan lawan main saya, saya minta untuk memakai kondom. Sebelum bermain biasanya mereka saya ajak ngobrol-ngobrol dulu, fungsinya untuk saling mengenal. Syukur-syukur menyadarkan agar tidak suka jajan.
Tempat berkencan saya memilih hotel di Batu atau villa kelas satu. Semua untuk menjaga image kalau saya bukan kelas murahan. Konsumen pasti mengerti mengapa saya pasang tarif mahal, dia tahu posisi saya. Sebagai mahasiswa, saya mengerti apa yang saya lakukan melanggar aturan dan dosa.
sumber : adadeh.com